Komunitas Punk Pondok Gede
Pembangunan pada dasarnya telah menciptakan berbagai dampak sosial, baik yang positif maupun yang negatif. Dalam perjalanannya setiap Negara di dunia ini tidak dapat menyingkir dari yang namanya pembangunan. Komunitas punk merupakan sebuah fenomena sosial yang sangat dekat dengan realita keseharian masyarakat. Komunitas punk didominasi dengan para remaja yang termarginalkan dari ranah pribadi maupun ranah sosial mereka. Tumbuh kembang komunitas anak punk di Pondok Gede belumlah berlangsung lama, pada tahun 2000-2008 area ini masih belum terjamah oleh komunitas anti kemapanan ini. Komunitas anak jalanan ini mulai tersebar di Pondok Gede pada awal tahun 2009-an, dimulai dari kemunculan mereka pada taman di depan Asrama Haji, Jakarta Timur. Jumlahnya yang semakin banyak, membuat komunitas ini memperluas area tongkrongannya sampai kearah Pondok Gede. Menurut beberapa sumber yang sempat saya wawancarai, kemunculan mereka berawal dari pengusiran serta penangkapan yang sering dilakukan oleh Satpol PP dikawasan asal mereka. Dalam komunitas ini, mereka ada yang awalnya berasal dari anak jalanan yang sering nongkrong di Klender, Pulogadung, Cililitaan ataupun, Kelapa Gading. Perseteruan mereka dengan Satpol PP membuat mereka menepikan diri ke tempat yang mereka nilai lebih aman dan potensial. Kawasan Pondok Gede yang mulai mengalami pertumbuhan ekonomi, mereka nilai dapat menjadi markas baru mereka. Selain potensial dalam hal mencari nafkah (mengamen), di area ini juga jarang diadakan operasi terhadap gelandangan ataupun anak jalanan.
Pelarian Sosial
Pada dasarnya, fenomena anak punk ini merupakan sebuah bentuk pelarin sosial atas ekslusi yang terjadi pada kehidupan mereka. Dalam hal ini saya akan membahas kasus mengenai komunitas anak punk di Pondok Gede. Mengenai kegiatan apa saja yang dilakukan oleh komunitas ini ? Eksklusi sosial yang bagaimanakah sehingga melatarbelakangi mereka melakukan pelarian sosial sebagai anak punk ? Serta bagaimana mereka menanggapi pendangan miring masyarakat serta pemerintah yang terkesan memarginalkan komunitas ini ?.
Kasus ini menarik diangkat karena komunitas ini terdiri dari mayoritas remaja yang merupakan generasi penerus bangsa dan mereka sangat rentan dengan dunia pendidikan. Menjadi anak punk merupakan sebuah pilihan hidup yang harus mereka jalani. Mereka yang berada dalam komunitas ini mayoritas memiliki latarbelakang yang sama. Kebanyakan dari mereka berasal dari keluarga ekonomi lemah (kelas menengah ke bawah), ada pula yang berasal dari anak jalanan yang memang sudah tidak memiliki keluarga, ada yang kabur dari rumah dan tidak meneruskan sekolah lagi (putus sekolah). Keadaan yang represif seperti ini, menekan mereka untuk melakukan pelarian sosial (apa yang mereka istilahkan dengan pemberontakan), mereka ingin melepaskan diri dari segala tekanan tersebut dengan mendirikan komunitas anti kemapanan. Mengapa komunitas punk dikenal dengan komunitas anti kempanan, itu adalah bentuk dendam mereka atas kapitalisme yang semakin berkembang di Indonesia. Kapitalisme secara tidak langsung telah mengeksklusikan mereka dari berbagai ranah kehidupan, mulai dari ranah keluarga, pendidikan, pekerjaan, serta hak sebagai warga negara. Perhatian pemerintah terhadap komunitas punk juga sangat kurang bahkan pemerintah seperti memusuhi mereka, terbukti dengan genjarnya Satpol PP dalam merajia anak-anak punk. Mereka merasa tidak ada pihak ataupun elemen masyarakat yang berusaha mengayomi mereka sehingga mereka melakukan pelarian sosial tersebut.
Ekslusi dari Kekuatan Kapitalisme
Menurut pandapat saya, sangat erat korelasinya antara menjamurnya komunitas anti kemapanan ini dengan perkembangan kapitalisme di dunia ketiga, dalam hal ini Indonesia. Dalam teori underdevelopmentnya Frank mengatakan bahwa “ keterbelakang Negara-negara dunia ketiga adalah berangkat dari akibat-akibat struktural. Artinya seiring dengan makin maju pesatnya perkembangan ekonomi Negara dunia pertama maka pada saat yang sama Negara dunia akan semakin teralienasi ”1. Alienasi yang terjadi pada Negara-negara dunia ketiga bukanlah hanya terjadi pada sistem perekonomian tetapi berdampak dalam berbagai aspek sosial. Kapitalisme yang semakin berkembang semakin pula mengkotak-kotakkan masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tidak logik lagi. Munculnya komuitas anti kemapanan seperti komunitas punk pondok gede tidaklah lepas dari semakin heroiknya pertumbuhan kapitalisme di Indonesia. Mengapa demikian? Menurut saya hal itu terjadi adalah sebuah bukti bahwa kapitalisme telah mempersempit ruang gerak kaum miskin kota atau mereka yang memiliki keterbatsan akses sosial sehingga mereka tereksklusi dalam ranah sosialnya. Pada dasarnya teori yang dikatakan oleh Frank diatas berpijak pada teori sistem dunia yang dilontakan oleh Wallerstein. Dalam teorinya dia mengatakan bahwa didunia ini pada dasarnya hanya terdapat satu saja sistem besar yang mengatasi sistem-sistem lain, sistem besar itu adalah pasar internasional2. Berpijak pada teori tersebut kita dapat melihat bahwa kekuatan terbesar yang mengatur kedudukan Negara-negara didunia adalah pasar dan pasar pulalah yang telah mendiskriminasi Indonesia sebagai Negara yang dikatakan pheri-pheri, itu jika dalam konteks makro dan tidak jauh berbeda jika dalam kontes mikro. Hal tersebut meperlihatkan bahwa kapitalisme selalu menepatkan kelas-kelas tertentu,seperti kaum yang tereksploitasi dan mengeksploitasi.
Kapitalisme atau kekuatan pasar sekarang tidak hanya berlaku dalam persaingan antar Negara dan jika kita melihat Indonesia saat ini, kekuatan pasar sangat mempengaruhi kekuasaan seseorang atau kelompok. Kapitalisme di Indonesia telah mengeklsusi masyarkkat kelas bawah kedalam jurang kemiskinan sehingga mereka sangat membenci kapitalisme, seperti yang dikatakan oleh komunitas antikemapanan (anak punk) yang saya teliti ini. Dalam kapitalisem modern seperti saat ini, hanya mereka yang memiliki modal dan kekuasaanlah yang dapat mengakses segala hal. Begitupun dengan SDA kita, hanya dapat dirasakan oleh penguasa dan pengusaha. Bagi kaum anak punk seperti yang saya teliti ini, mereka tidak memiliki akses social karena mereka tidak memiliki kekuasaan ataupun modal sehingga pada akhirnya mereka melawan kapitlisme dengan melakukan dengan apa yang sebut sebagai pelarian sosial. Namun pelarian sosial tersebut semakin mengekslusikan mereka dari ranah kehidupan lainnya, seperti tereklusi dari keluarga, pendidikan, dan masyarakat.
Negara Tidak Seharusnya Sembunyi Tangan
Dari kasus anak punk ini saya melihat bahwa oknum yng paling bertanggung jawab dari fenomena ini adalah pemerintah. Pemerintah sebagai pengayom masyarakat, seharusnya membuat rumah binaan serta rumah singgah yang lebih baik bagi mereka, bukan hanya sekedar kamuflase, pada dasarnya pemerintah lewat jajarannya semisal Sapol PP memeperlakukan mereka seperti musuh tidak mengangap mereka sebagai seorang anak, padahal mereka merupakan generasi penerus kita juga. Hal-hal tersebut membuat mereka memberontak dalam hidup. Mereka tidak merasa dihargai dan dibutukan sehingga mereka melakskan pelarian sosial pada komunitas yg lebih mengenggap mereka berarti. Padahal pemerintah atau Negara memiliki andil baesar atas terjerumusnya mereka pada pilihan hidup sebagai anak punk jalanan. Seperti yang telah dijelaskan diatas, sebagai suatu lembaga tertinggi, sudah selayaknya pemerintah berhenti hanya memikirkan kantong-kantong individual atau kelompok elit saja. Pemerintah tidak boleh tutup mata apalagi sampai cuci tangan atas masalah ini. Terekslusinya mereka dari ranah sosial adalah dampak dari buruknya pemberdayaan pemerintah terhadap masyarakat kelas bawah dan menurut saya hal terpenting adalah membenahi itu dulu. Jangan mereka sudah terekslusi oleh Negara lantas makin diekslusikan lagi dengan memarginalan mereka sebagai kaum miskin kota atau istilah yang sering disebut pemerintah dengan anak jalanan yang selalu diidentikan dengan kriminalitas, ketidaklayakan, dan pencemar kota kasarnya ‘sampah masyarakat’.
Kesimpulan
Pada dasarnya remaja adalah fase yang masih rentan pada pencarian jadi diri, mungkin komunitas ini merupakan salah satu wujud dari eksistensi mereka dalam civil society. Sebentuk eksistensi yang mereka lakukan dengan cara dan konsep mereka sendiri atas ekslusi masyarakat maupun pemerintah yang mengarah pada mereka. Sebagai kaum ynag termargialkan, mereka sangat jauh dari sejahtera namun mereka dapat mendeskripsikan kesejateraan itu dalam konsep mereka yang mereka sebut dengan anti kemapanan. Untuk mereka kemapanan adalah musuh yang telah mengeklusi mereka dari banyak ranah kehidupan termasuk kleuarga dan pendidikan. Dari kasus ini dapat kita lihat bahwa kekuatan kapitalisme tidak hanya berpengaruh pada lembaga tinggi seperti Negara tetapi juga mempengaruhi sampai elemen terkecil di masyarakat. Perkembang kapitalisme dalam hal ini kekuatan pasar telah menjadi ancaman besar bagi masyarakat di Negara-negara dunia ketiga seperti Indonesia. Dan pada ajhirnya untuk bertahan dari lingkaran eksploitasi tersebut, masayarakat di Negara dunia ketiga tersebut terpasa melakukan pelarian social dengan moda-moda mereka sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar