replika

replika
it's my mind

Minggu, 09 Januari 2011

Lapangan Pondok Gede sebagai Ranah Interaksi Komunitas Punk


Deskripsi setting
Pondok Gede merupakan suatu daerah yang terletak di kota Bekasi, daerah ini berbatasan langsung dengan Jakarta Timur. Letaknya yang berada dipinggiran Jakarta, membuat daerah ini memiliki mobilitas yang tinggi. Pondok Gede telah tumbuh sebagai pusat kegiatan ekonomi bagi masyarakat sekitar, mulai dari pasar, pertokoan, sampai dengan Mall berada diarea ini. Potensi itulah yang membuat kawasan ini selalu ramai setiap harinya.
Layaknya pusat kegiatan masyarakat di kota-kota, kawasan Pondok Gede juga memiliki lahan terbuka hijau. Lahan terbuka hijau itu merupakan sebidang tanah milik penduduk asli yang bernama Djembelem binti Aking. Tanah tersebut sering digunakan sebagai lapangan serbaguna yang diperuntukan bagi kegiatan-kegiatan masyarakat sekitar. Area ini sering digunakan sebagai lapangan untuk bermain ataupun turnamen sepak bola, kadang juga digunakan apabila ada pasar malam ataupun pertunjukan lainnya. Tanah kosong yang sering digunakan sebagai lapangan sepak bola ini terletak tepat dibelakang area pasar Pondok Gede.
Lapangan ini memiliki luas kurang lebih 100 x 110 m yang disekelilingnya ditumbuhi pepohonan rindang sehingga menambah nuansa asri pada lahan kosong ini. Selayaknya lapangan sepak bola, lapangan yang memiliki dua buah gawang bambu di kanan dan kirinya ini ditumbuhi rerumputan hijau. Rumput itu tumbuh dengan liar sehingga hijaunya tidak menyapu seluruh badan lapangan. Letaknya yang berada diarea pasar Pondok Gede tepatnya dipertigaan jalan, membuat lapangan ini memiliki daya tarik tersendiri bagi sebagian masyarakat.
Secara lokasi, lapangan ini tepat berada di pusat pertigaan jalan antara Pondok Gede, Bekasi, dan Jatiwaringin. Letak lapangan ini dikelilingi oleh kantor pusat kegiatan sosial masyarakat, mulai dari SMP (Sekolah Menengah Pertama), Puskesmas, Kantor Kelurahan, sampai dengan Kantor Camat Pondok Gede. Jika kita berdiri ditengah-tengah lapangan dan melihat kearah depan, maka pandangan kita akan berhadapan langsung dengan pasar dan Puskesmas Pondok Gede. Jika kita memalingkan pandangan kearah sebaliknya, maka mata kita akan berpapasan langsung dengan tembok milik kantor Camat Pondok Gede. Disisi kanannya lapangan ini berbatasan dengan SMP Negeri 6 Bekasi dan pada sisi kirinya berbatasan dengan kantor Kelurahan Pondok Gede. Lapangan ini selalu ramai karena di depan, kiri, serta kanan ruasnya dikelilingi dengan jalan raya yang biasa dilalui angkutan umum. Sebagai pembatas antara lapangan dengan jalan raya Jatiwaringin, lahan ini dikelilingi dengan pagar besi yang menancap berbaris pada ruas kirinya.
Banyak aktifitas warga yang terjadi disini, mulai dari fungsi konvesinalnya sebagai lapangan sepak bola, sampai dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat untuk berdagang, tempat istirahat para supir angkutan umum, ataupun sebagai tempat berkumpul komunitas anak punk. Keberadaan komunitas anak punk yang sering berkumpul diarea ini memang sangat menarik perhatian saya. Dari pengamatan yang saya lakukan, lahan ini dijadikan oleh komunitas punk sebagai ranah interaksi simbolik antara sesama anak punk yang tersebar dikawasan Pondok Gede. Sebelum saya menceritakan lebih lanjut mengenai hasil pengamatan saya, saya akan sedikit menjabarkan mengenai perkembangan komunitas punk yang ada di Pondok Gede.

Komunitas Punk Pondok Gede
Tumbuh kembang komunitas anak punk di Pondok Gede belumlah berlangsung lama, pada tahun 2000-2008 area ini masih belum terjamah oleh komunitas anti kemapanan ini. Komunitas anak jalanan ini mulai tersebar di Pondok Gede pada awal tahun 2009-an, dimulai dari kemunculan mereka pada taman di depan Asrama Haji, Jakarta Timur. Jumlahnya yang semakin banyak, membuat komunitas ini memperluas area tongkrongannya sampai kearah Pondok Gede. Menurut beberapa sumber yang sempat saya wawancarai, kemunculan mereka berawal dari pengusiran serta penangkapan yang sering dilakukan oleh Satpol PP dikawasan asal mereka. Dalam komunitas ini, mereka ada yang awalnya berasal dari anak jalanan yang sering nongkrong di Klender, Pulogadung, ataupun, Cililitan. Perseteruan mereka dengan Satpol PP membuat mereka menepikan diri ke tempat yang mereka nilai lebih aman dan potensial. Kawasan Pondok Gede yang mulai mengalami pertumbuhan ekonomi, mereka nilai dapat menjadi markas baru mereka. Selain potensial dalam hal mencari nafkah (mengamen), di area ini juga jarang diadakan operasi terhadap gelandangan ataupun anak jalanan. Berikut tadi hanya kilasan saya tentang gambaran bagaimana komunitas ini pada akhirnya meluas di Pondok Gede, selanjutnya saya akan memaparkan hasil pengamatan saya mengenai alokasi fungsi lahan terbuka hijua Pondok Gede sebagai ranah interaksi komunitas anti kemapanan ini.
Lahan terbuka hijau sebagai ranah interaksi komunitas punk Pondok Gede
Lapangan terbuka hijau yang sering digunakan oleh masyarakat sekitar Pondok Gede sebagai tempat bermain sepak bola, kini dimanfaatkan juga oleh komunitas anak punk sebagai area interaksi mereka. Interaksi disini bukan hanya sekedar untuk berkumpul ataupun bersenda gurau tetapi lahan ini sepenuhnya dijadikan markas bagi komunitas anak jalanan ini. Pengamatan yang saya lakukan memperlihatkan bahwa lahan tersebut digunakan komunitas ini mulai dari nongkrong, berkumpul (mengkordinasi anggotanya sebelum mengamen), makan bersama, sampai istirahat (sekedar duduk-duduk ataupun tidur). Keberadaan lahan ini yang memang terbilang nyaman, dekat dengan tukang jualan, serta dekat dengan sasaran ngamen mereka (penumpang angkutan umum yang berlalu-lalang) menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi mereka menjatuhkan pilihan pada tempat ini.
Lokasi markas komunitas punk ada disisi kanan lapangan yang berbatasan langsung dengan SMP Negeri 6. Jika dilihat secara kenyamanan, sisi ini memang terbilang paling adem dengan lebih banyak pohon rindang serta rumput yang tumbuh. Tempat mereka nongkrong ini, berada tepat dibawah sebuah pohon besar. Ruas ini juga lebih sepi ketimbang ruas-ruas lapangan lainnya karena agak jauh dari tempat tinggal warga. Disisi ini hanya ada jalanan beraspal yang hanya sesekali dilewati angkutan umum. Masih disisi lapangan yang sama, sering juga digunakan untuk ngetem angkutan umum 18 (jurusan kp.melayu-pondok gede) dan G5 (jurusan pondok gede-gamprit). Angkot-angkot yang ngetem disekitar lapangan tempat anak punk berkumpul ini juga sering menjadi objekan mereka, selain ngamen mereka juga terkadang bekerja mencuci ataupun hanya sekedar mengelap angkutan umum yang sedang ngetem.

Di pagi hari
Aktifitas yang mereka lakukan dilapangan ini pada pagi hari hanyalah sebatas bangun tidur (ada beberapa juga yang masih terlelap dihamparan rumput hijau), duduk-duduk, ada yang mulai mengotak-atik alat ngamennya. Beberapa diantara mereka ada yang langsung menuju warung kopi, ada pula yang memperbaiki tindikan-tindikan diwajah, telinga, lidah, ataupun bagian lain ditubuhnya.

Di siang hari
Masih dengan gaya serta pakaian yang melekat ditubuhnya seperti hari-hari kemarin, mereka mulai berinteraksi dengan para penumpang diangkutan umum. Sebagian anggota ada yang mengamen dan sebagian lagi ada yang mencuci ataupun mengelap ankutan umum yang sedang ngetem disekitar lapangan. Mereka menyebarkan diri, namun mayoritas anggota komunitas ini mengamen diarea sekitar lapangan. Tidak banyak aktifitas yang mereka lakukan dilapangan ini pada siang hari, hanya beberapa anggota saja yang masih menggunakan sudut-sudut lapangan ini sebagai arena tidur siang ataupun melamun sambil menikmati batangn rokok.

Di sore hari
Pada sore hari hanya ada beberapa anak punk saja yang nongkrong dilahan ini, mungkin karena mereka sedang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Hanya terlihat beberapa yang sedang bersenda gurau dengan dua remaja perempuan yang memang sengaja singgah ditempat itu. Yang sedikit menarik perhatian saya adalah seorang anak punk yang sedang membaca sebuah Koran yang entah dia dapatkan darimana. Dia begitu serius membaca lembar demi lembar halaman Koran tersebut ditemani semilir angin sore yang menyapu dedaunan pohon tempatnya bersandar. Mereka tetaplah remaja yang penuh dengan rasa ingin tahu tak terkecuali mengenai perkembangan bangsa ini.

Di malam hari
Bisa dibilang, malam hari sebagai pusat aktifitas komunitas ini karena kegiatan mereka lebih banyak dilakukan dimalam hari. Pada malam hari lapangan ini mereka gunakan layaknya sebuah rumah singgah, ada yang bermain gitar sambil bernyanyi sekeras-kerasnya, ada yang sekedar duduk sambil ngobrol-ngobrol, ada yang bermain kartu remi, ada yang sedang menggimbal ataupun mewarnai rambut temannya, ada yang membuat tindikan dengan peralatan seadanya, ada yang mentatoo tubuh temannya, ada yang terlelap, ada pula yang sedang berpacaran, bahkan ada yang iseng bermain bola.
Kehidupan mereka sepertinya dimulai pada malam hari karena interaksi antar sesama anggota komunitas ini baru benar-benar terlihat pada malam hari. Mereka duduk bersamaan membentuk lingkaran dengan nasi hasil ngamen yang siap mereka santap secara berkoloni. Dalam hal solidaritas, komunitas ini memiliki solidaritas yang sangat tinggi antara sesama anggotanya. Komunitas ini terlihat seperti keluarga besar yang sedang berkumpul di dalam sebuah rumah. Dimalam hari inilah, amat sangat jelas terlihat bahwa mereka menjadikan lahan terbuka hijau di Pondok Gede ini sebagai rumah mereka. Tempat melakukan berbagai aktifitas serta sebagai area mereka melepas lelah. Mereka seperti memiliki dunianya sendiri dan sepertinya mereka nyaman dengan hal itu dan lapangan ini dinilai memiliki fasilitas yang tepat untuk mewadahi akifitas mereka itu.
Demikian pengamatan yang saya lakukan pada sebidang tanah yang kini digunakan oleh komunitas anak punk sebagai ranah interaksi mereka. Lahan yang bagi sebagian orang hanyalah sebidang tanah kosong biasa tetapi bagi komunitas anak jalanan ini, lahan terbuka itu merupakan tempat dimana mereka dapat pulang dan bertemu keluarga mereka (sesama anak punk lainnya).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar