replika

replika
it's my mind

Rabu, 23 Desember 2009

Gitar Sumbang

suatu siang di ibu kota,,,setelah lelah bergumul dengan aktivitas yang memasung kebebasannya..ruang coba mendekati kenyataan, mencoba melihat dan mendengar lewat rasa..menikmati hidup, sesuatu yang memang seharusnya dinikmati oleh milyaran kepala di bumi ini. Ruang berjalan menyusuri trotoar kota dengan langkah separuh gontai karena pikirnya melayang kebagian lain dari dimensi utopianya. Tak biasanya ruang mau menikmati sekeliling dan tak biasanya pula ruang mau peduli pada nyata. Ruang memiliki dimensi sendiri dalam kanvas hidupnya, hal itulah yang membuatnya begitu dingin nan egois. Namun, semua berbeda disiang ini, ruang tak seperti biasanya. Obsesi-obsesi akan gelapnya seolah hilang tersapu rekahan mentari.Siang ini, tak lagi ada ruang yang menghabiskan kesendiriannya dengan bercinta pada semu. Diterik ini pula, tak ada lagi ruang yang menatapi sinis kemarginalan.
Masih dalam terik yang sama, ruang terus berjalan..mencoba menemukan sesuatu yang dapat mencairkan kerancuan ini. Beberapa halte disepanjang kampus tua telah ruang jajaki, duduk dan menunggu..
entah apa yang ditunggu, bus kah??? namun sudah hampir 3x busnya lewat..dan ruang tak menggubrisnya.
Ruang ingin membaca sudut lain kehidupan ini, namun dia belum mampu mengeja apapun. Sampai akhirnya ruang memutuskan tuk beranjak dari sepi dan menjemput ramai. Untuk keempat kalinya bus yang biasa dia naiki saat pulang telah lewat,, akhirnya dia putuskan tuk tidak melewatkanya kali ini.
Ruang naik kedalam bus penuh sesak yang hampir tak mirip dengan kendaran, ruang duduk dibangku tengah dan dia mulai menikmati wajah-wajah yang ada didalamnya...
Wajah-wajah yang berteman dengannya setiap hari, ya...wajah-wajah itu..yang begitu dekat namun baru bisa ruang raba hari ini..
aroma keringat itu,
tatapan lusuh itu,
kulit gelap itu,
dan tuan pengamen kecil dg senyum rindangnya itu,
ya...inilah nyata
semua begitu kontras berdampingan dengan polusi kota


diterik itu..Ruang dapatkan kembali nafasnya
diterik itu..Ruang berikan bait2 dibawah ini untuk sang nyata..

Riuh rintih diatas senyuman kecil bus kota
menelisik telinga,
seakan jeritannya sampai ke hati
suara minor yg terbungkus cambukan zaman
dipaksa dan terpaksa tercipta tuk pemanis tuntutan metropolis
petikan senar cempreng dari gitar sumbang bertuan murung ,
Iringi perjalanan ini..
Jemari dekil nan tegarnya jawab erotisme eksistensi kekuasaan,
tersenyum dlm pandangan sinis kemarginalan,
inikah transisi yg kau janjikan!?
Yg ditransisi terabaikan ,
yg mentransisi terjerumus rakus bagai kakus..

'bersuaralah wahai sang nyata, kan ku lanjutkan jika ku mampu'